Sabtu, 23 Januari 2010
Yah. Lihatlah Abu Bakar Ash-Shiddiq. Muhammad bin Sirin bertutur bahwa, “Tidak ada seorangpun yang takut kepada apa yang tidak diketahuinya melebihi Abu Bakar. Pernah beliau dihadapkan kepada suatu kejadian, beliau tidak mendapati jawabnya di dalam kitabullah dan sunnah. Maka beliau berijtihad. ‘Ini pendapatku, jika benar, ini datang dari Allah. Dan jika keliru, ini datang dari diriku sendiri. Dan aku memohon ampunan kepada Allah’.” ujarnya.
Yah. Lihatlah Umar bin Khattab. Suatu siang yang amat panas, Utsman bin Affan dari sebuah tempat yang agak tinggi melihat seseorang menggiring dua ekor unta dari kejauhan. Padahal waktu itu benar-benar panas. “Ada apa dengan orang itu? Kenapa dia tidak menetap di Madinah sampai panas reda, lalu baru keluar?” gumam Utsman. Maka, dia mencoba mendekati salah seorang budaknya dan berkata, “Coba tolong lihat, siapakah gerangan orang itu”. Budak itu pun mendekati seseorang yang berselimutkan selendang menggiring dua ekor unta itu. Ternyata yang dilihatnya adalah Amirul Mukminin! Segera dilaporkannya hal itu kepada tuannya Utsman bin Affan. Maka Utsman melongokkan kepalanya ke pintu. Angin pun berhembus kencang. Dia menarik lagi kepalanya. Dengan suara keras dia bertanya, “Apa yang membuatmu keluar di saat seperti ini?”
“Dua ekor unta zakat tertinggal, unta-unta yang lain sudah dibawa pergi. Aku ingin mengantarkan kedua unta ini ke tempat penjagaannya. Aku khawatir jika tidak kuantarkan kedua ekor unta ini akan hilang. Lalu aku dimintai pertanggungjawaban oleh Allah” Jawab Umar. “Wahai amirul mukminin, mampirlah sejenak untuk minum dan berteduh. Biar kami yang mengantarkan kedua ekor unta itu”. Seru Utsman dengan nada khawatir juga heran atas perilaku Umar tersebut. “Kembalilah berteduh ke tempatmu wahai Utsman” Tukas Umar. Utsman kembali seraya berkata, “Barangsiapa ingin melihat seorang yang Al-Qawi Al Amin (yang kuat lagi terpercaya) lihatlah orang itu!”.
Lihalah pula Rabi’ bin Khutsaim. Ditera dengan pena sejarah, bahwa beberapa orang ingin merusak Rabi’. Yaitu dengan cara menemui seorang pelacur dan memberinya uang 1000 dinar. “Untuk apa uang ini?” Tanya pelacur itu. “Ini adalah harga satu ciumanmu dengan Rabi’ bin Khutsaim”. Jawab mereka.
Pelacur itu sangat senang dan berkata, “Bahkan aku janjikan untuk kalian, dia akan berzina denganku!”. Wanita itu pergi menemui Rabi’, dia melepas pakaiannya dan melepas rasa malunya yang menunjukkan bahwa dia telah melepaskan imannya. Segera saja Rabi mendekatinya seraya berkata, “Wahai hamba Allah, bagaimana jika tiba tiba malaikat pencabut nyawa mendatangimu dan memutus urat lehermu? Apa yang kamu persiapkan untuk menjawab pertanyaan munkar dan nakir? Apa yang akan kamu lakukan pada hari kamu berdiri di hadapan Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Mulia? Dan bagaimana jika kamu tidak bertaubat saat kamu dilemparkan ke neraka jahim?”
Wanita itu kaget dan tercengang, dia keluar dari rumah Rabi’ dengan bertaubat. Dan jadilah dia seorang wanita ahli ibadah yang gemar mengerjakan shalat malam dan rajin berpuasa sunnah. Sampai-sampai di gelari Abidal kuffah (wanita ahli ibadah dari kufah). Orang orang durjana yang mengirimkan wanita itu berkata, “Kita ingin wanita itu merusak Rabi, tetapi ternyata Rabi berhasil merusaknya!”.
Yah. Lihatlah bagaimana mereka telah menjaga ketaqwaan mereka. Lihatlah. Mengacalah. Dan menjadilah seperti itu…
Rintik: Kisah Islami
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)