Jumat, 19 Maret 2010
Pasar Rui Guang, setiap hari aku rutin melewatinya. Kadang sampai berkali-kali karena halteu bis menuju pusat kota terletak di ujungnya.
Saat mau menyebrang, terpaksa berdiri dahulu ditepi jalan menunggu lampu merah berganti hijau. Merapatkan jaket dan mencoba menahan semilir angin yang membawa dingin, menggigit tulang. Sudah meninggalkan winter tapi suhu masih tidak stabil, cuaca sudah tidak bisa diprediksikan lagi.
Saat itu lampu lalu lintas warna hijau baru saja berganti kuning. Walau sudah berlari tapi tetap tidak terburu untuk menyebrang. Ini bukan di Indonesia, akal sehatku berbisik. Jangan cari masalah walaupun sedang terburu-buru.
Kulihat hitungan waktu diatas lampu lalu lintas disebrang jalan mulai detik 30 menurun, bersamaan dengan tatapan mataku yang menubruk dua sosok bayangan lelaki, agak jauh dari lampu stopan.
Yang satu masih muda, tinggi, bersih dan putih. Tampan layaknya Wang Lee Hom, pemuda Taiwan yang sering wara-wiri di layar TV.
Disampingnya seorang kakek. Berbaju lusuh, memakai celemek yang skaligus berfungsi sebagai kantong uang.
Melihat tangan si kakek memegang sayur dan tidak jauh disampingnya ada keranjang berisi bermacam-macam sayuran hijau, maka aku yakin kakek itu seorang pedagang sayur.
Tiba-tiba saja si pemuda menghadap si kakek. Tampak berbicara dan dengan tiada keraguan digandengnya si kakek ke sisi lebih dalam, persis depan tokok sepatu yang cukup mewah.
Mereka berjongkok dan dengan gesit pemuda itu mengambil sayur yang tengah dipegang si kakek. Memasukkan nya kembali ke dalam keranjang, lalu dia membuka tas cangklong hitam miliknya.
Mataku sedetikpun tak berpaling dari adegan itu. Apa gerangan yang terjadi hingga si pemuda tiba-tiba berbuat itu?
Padahal ku yakin awalnya dia berdiri disana juga hendak menyebrang, menanti lampu merah berganti hijau.
Padahal ku yakin awalnya dia berdiri disana juga hendak menyebrang, menanti lampu merah berganti hijau.
Si pemuda tampak berbicara kepada si kakek yang terduduk. Tangannya mengeluarkan termos mini dari tasnya dan membuka tutup mug seukuran gelas itu.
Setelah membantu si kakek untuk minum --beberapa tegukan-- pemuda itu beranjak ke keranjang sayur dan merogoh sesuatu dari dasarnya. Tak lama dia berhasil mengeluarkan benda warna hitam, sebuah jaket.
Setelah mengibaskan lalu jaket itu dikenakan nya pada tubuh si kakek. Tampak si kakek manggut-manggut, tangannya berusaha menggapai si pemuda. Menyerahkan termos mini yang baru saja diminumnya. Mungkin sambil mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya.
Si pemuda menepuk-nepuk bahu kakek itu, menyerahkan kembali termosnya kepada si kakek. Lalu bangkit berbalik ke arahku, menyebrang. Mungkin sengaja botol minum itu dia berikan kepada si kakek.
Aku tersadar saat si pemuda berada di tengah penyebrangan jalan. Aku segera menyebrang pula. Berlawanan arah dengan pemuda itu.
Aku terburu-buru karena lampu hijau sudah berkedip-kedip tanda segera akan berganti kuning. Sementara aku masih belum mencapai ujung penyebrangan.
Aku terburu-buru karena lampu hijau sudah berkedip-kedip tanda segera akan berganti kuning. Sementara aku masih belum mencapai ujung penyebrangan.
Aku lupa tidak memperhatikan kembali si kakek yang terduduk di depan toko. Bis segera datang dan aku mementingkannya, tentu saja.
Dalam bis, aku merenung. Berusaha kembali mengurutkan dan merangkaikan kejadian yang berlangsung tidak lebih dari 30 detik itu.
Mungkin, saat si pemuda berdiri menunggu lampu hijau hendak menyebrang dia kebetulan mendapati si kakek yang kedinginan. Terus membawa kakek itu ketepi dan menolongnya dengan memberikan minuman hangat bekalnya. Menanyai si kakek dimana baju hangatnya dan mengambilkan serta memakaikan nya.
Si Pemuda buru-buru karena lampu stopan sudah hijau dan ia harus menyebrang. Maka dengan berat ditinggalkan nya lah si kakek. Karena ku yakin dia --pemuda itu-- sama sepertiku tengah diburu waktu untuk menjalankan aktivitasnya.
Tiba-tiba aku tersenyum. Ya, aku kagum akan ketulusan pemuda itu. Dia masih bisa melakukan kebaikan dengan rasa kepeduliannya kepada si kakek walau dalam waktu tidak lebih dari 30 detik! Subhanalloh..
sumber: group islamunderattack
Rintik: Kisah Sekitar Kita
0 Comments:
Subscribe to:
Posting Komentar (Atom)